Skip to main content

#Day 2

Dingin sekali hari ini, membuat mata tak mampu membuka kelopaknya lama-lama. Entah apa yang salah, posisi duduk yang berubah beberapa langkah ke depan ataukah memang karena tidur yang terlalu larut. Akibat memikirkan hal yang masih dan sepertinya akan tetap mengambang di permukaan. Tentang jemari yang sudah mendambakkan dihiasi benda berkilau, mulai tidak terstruktur logika ini merangkai teka teki yang tercipta dengan sendirinya. Bukan merupakan hal aneh, tidak salah jika melihat momen seperti itu lalu tiba-tiba ingin minum karena haus. Umur 20 tahun yang beberapa minggu lagi genap 21 sudah sewajarnya uring-uringan perihal itu. Untuk seseorang yang mendambakkan membangun rumah tangga diusia muda, namun sebenarnya belum terbayang seberapa banyak yang harus dipersiapkan. Ini hanya kemauan hati saja, tidak berarti harus direalisasikan secepat air yang turun dari langit sehingga dengan sekejap menghapuskan jejak kaki di setiap perjalanan.
Belum ada tangan baru yang dijabat hari ini. Namun cukup terpukau dengan hadirnya mereka dari Negara tetangga yang punya modal banyak. Hari ini ada pertemuan di kantor, Aku dan Andin ditugaskan untuk mengikuti acara untuk mengabadikan setiap momen. Disela-sela penjelasan yang terus dituturkan, Aku membuka ponsel sehingga tangan ini membuka aplikasi yang menjadi candu. Disana terlihat postingan salah satu perempuan yang memiliki pengaruh pada sebagian kisah hidup, yang beberapa minggu lalu telah melangsungkan tunangan dengan kekasihnya. Tak terasa senyum terus mengembang sampai pipi beradu dengan bingkai kacamata. Langsung saja ku bagikan pada Danu foto bahagia itu, tanpa ucap permisi dulu.
“Ini Gita udah tunangan ya sama Paul.” Danu membalasnya secepat dugaanku.
“Iya sudah.” Cukup mewakili walau sangat singkat, padahal saat ini jantung terus berdetak semakin cepat. Entah karena apa, pemiliknya pun tidak tahu.
“Sepertinya kamu harus segera diikat biar gak lepas.” Memangnya aku kuda harus diikat agar tidak lepas atau melarikan diri, ada-ada saja.
Sudah lama sekali aku mengenal Danu, hampir seperempat umurku ini dipenuhi dengan pesan yang muncul atas nama Danu. Tidak bosan sebenarnya, hanya ingin suasan baru saja. Sama seperti pohon yang menjulang kian meninggi, sekencang itu angin yang berhembus pada daun-daun sehingga berguguran dan postur pohon yang tak sama dengan awalnya. Seperti itu kurang lebih yang dapat mewakili cerita bersama Danu. Tidak tahu sampai kapan perahu akan berlabuh pada tempat yang sama, tergantung ombak yang mungkin mengikis pesisir pantai yang bisa menenggelamkan yang ada di atasnya. Tiba-tiba saja hari ini teringat seseorang yang mengisi bagian hati. Sabar Danu.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Hujan, Secangkir Kopi dan Perasaanku

Berlalu dan berhembus akankah kau tau mengapa Gemericik kemarin aku sendiri di ujung kenangan Menebar embun kelabu tak tau bagaimana ku bisa Riuh dan dingin menanti beribu kata tak terucap Bukankah menyaksikan kehangatan yang terbuang sungguh pilu Mengepul putih dari genggaman tangan Kau bilang jika sudah dingin tak menyenangkan Ku bilang ini hanya secangkir fatamorgana yang bisa saja menghilang Satu persatu payung mulai ditutup oleh tuannya, menandakan si hujan berlalu Hitam jauh menghitam tanpa meninggalkan kepulan putih menemani Lantas ku cicipi kopi pahit membuatku lebih baik menelan rasa yang sama Sehingga ku biarkan secangkir kerinduan disudut kota ini sore itu -bersama malam diujung lelap-

Sedikit Cerita Kami

Ini cerita kemarin sore. Hujan membuat basah payung yang semula terlipat. Hmm rasanya aku rindu kehangatan. Wajar saja, sudah lama aku tidak bercengkrama dengan sang penanti. Sulit memang untuk aku yang menanti, setiap hari aku hanya berkaca pada langit, berharap mendapat sedikit celah untuk melihat yang disana. Mungkin untuk yang tidak terbiasa dengan pertemuan diujung senja, kalian tidak akan mau. Jangankan kalian, aku pun sebenarnya tidak mau. Ya tapi apa boleh buat, hanya itu yang dapat dilakukan. Hanya menunggu. Tidak apa-apa, kami adalah dua orang sibuk. Katakan saja begitu. Tapi tidak juga, hanya dia yang sibuk. Aku tidak. Tidak terlalu. Jika ada kesempatan yang dibawa sang waktu, kami juga bertemu. Tidak usah khawatir. Cerita kami tak seburuk itu. Kami ini hanya berbeda dengan orang kebanyakan. Tidak usah giat bertemu, berkabar lewat pesan pun sudah cukup. Aku hanya tidak ingin terlarut begitu dalam pada kehampaan. Aku hanya perlu mawas diri. Harus ingat dia juga sam...

Hilang

Berbicara mengenai berhak atau tidak, kian hari semakin membuat runyam isi kepala. Ingin mengungkapkan semua yang telah dilalui, meski hanya sekedar cerita lelucon tadi pagi. Tapi pada siapa?  Rasanya Isi kepala hanya dipenuhi oleh prasangka-prasangka sampah saja. Menghabiskan waktu untuk memikirkan sesuatu yang jelas-jelas menguras energi. Bahkan orang lain pun dipikirkan secara sukarela sehingga diri kesulitan untuk menempatkan 'perasaannya'. Ego menjadi semakin berkuasa sementara hati dan pikiran kian hari kian hilang koneksinya. Ketakutan tanpa sebab terus menghantui di ujung sayup-sayup pada saat sebentar lagi terbenam. Kegelisahan seolah-olah adalah sosok nyata, melambaikan lengannya pada setiap kedipan mata. Seperti meminta pertolongan namun kenyataannya bisa saja mencelakai. Malam ini aku benar-benar merasa seolah kehilangan semuanya.